Sejarah Panjang Dukun Bayi di Indonesia
Dukun bayi sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak lama. Peran mereka dalam membantu proses kelahiran sangat penting, terutama di masa pra-kolonial.
Namun, seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan di Indonesia, peran dukun bayi telah banyak digantikan oleh tenaga kesehatan terlatih seperti bidan.
Meski begitu, praktik dukun bayi hingga kini masih bisa ditemukan terutama di kalangan kelas pekerja.
Zaman Pra-Kolonial: Dukun Bayi Sangat Dihormati
Sebelum kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara, dukun bayi sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat bumiputra kala itu. Mereka dianggap sebagai penyelamat para ibu dan bayi selama proses melahirkan. Keterampilan mereka juga sangat dihormati di tengah masyarakat.
Tugas dukun bayi pada masa itu cukup banyak, tidak hanya membantu proses persalinan. Mereka juga memberikan asuhan pra-natal dan pasca-natal, seperti pijat bayi, memandikan bayi, dan merawat ibu setelah melahirkan. Dukun bayi biasanya adalah perempuan tua yang sudah berpengalaman dan menurunkan ilmunya secara turun-temurun.
Karena minimnya akses terhadap pengetahuan medis modern, dukun bayi menjadi satu-satunya harapan para ibu untuk bisa melalui proses melahirkan dengan selamat. Mereka sangat dihormati dan dilegitimasi perannya di masyarakat.
Masa Kolonial: Pandangan Buruk dan Munculnya Bidan Terlatih
Situasi mulai berubah ketika bangsa Eropa datang dan menjajah Nusantara. Pemerintah kolonial Belanda dan dokter-dokter Eropa umumnya memandang buruk praktik dukun bayi. Mereka menganggap dukun bayi tidak memiliki pengetahuan medis yang memadai seputar persalinan dan kesehatan ibu-anak.
Seiring dengan makin gencarnya upaya higienitas dan modernisasi perawatan kesehatan oleh pemerintah kolonial, profesi bidan mulai diperkenalkan dan dilatih secara modern. Perempuan-perempuan lokal dilatih menjadi bidan dengan pengetahuan ilmiah tentang proses persalinan dan perawatan ibu-anak.
Dengan adanya bidan terlatih, praktik dukun bayi mulai ditinggalkan, terutama oleh kelas menengah ke atas di perkotaan. Namun, di pedesaan dan kalangan bawah yang minim akses pelayanan kesehatan modern, dukun bayi masih menjadi andalan utama.
Tahun 1930-an: Pelatihan Dukun Bayi oleh Pemerintah Kolonial
Meski sudah banyak memperkenalkan bidan terlatih, pemerintah kolonial Belanda lambat laun menyadari peran dan pengaruh penting dukun bayi di masyarakat bumiputra. Mereka akhirnya mencoba memberikan pelatihan bagi para dukun bayi agar dapat memberikan pertolongan persalinan yang lebih aman.
Pada 28 September 1930, konferensi dukun bayi pertama diadakan di Jawa dengan mengundang ratusan dukun bayi untuk diberi pengarahan. Mereka diajarkan cara menolong persalinan yang lebih higienis dan aman. Meski demikian, kebijakan ini menuai pro dan kontra di kalangan pemerintah kolonial sendiri.
Pasca Kemerdekaan: Dukun Bayi Harus Registrasi
Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, profesi bidan yang terlatih secara modern kembali digalakkan. Pada 1952, bidan mulai kembali diajarkan di berbagai daerah. Pemerintah mewajibkan dukun bayi untuk mendaftar dan memiliki izin praktik.
Namun, mayoritas masyarakat kelas pekerja dan kelas bawah masih lebih memilih berurusan dengan dukun bayi tradisional yang sudah mereka kenal. Biaya yang lebih murah juga menjadi pertimbangan.
Oleh karena itu, peran dukun bayi masih sangat besar dalam membantu ibu melahirkan hingga tahun 1970-1980an, terutama di pelosok dan perdesaan.
1970-1980an: Pemerintah Berupaya Alihkan Persalinan ke Bidan
Mulai era 1970-an, pemerintah Orde Baru gencar mengampanyekan program Keluarga Berencana (KB). Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengalihkan praktik persalinan dari dukun bayi ke tenaga kesehatan terlatih seperti bidan.
Pemerintah berupaya memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat untuk menggunakan fasilitas kesehatan modern saat melahirkan, termasuk jaminan persalinan gratis di puskesmas. Peran dukun bayi mulai dibatasi.
Namun, kebijakan ini menuai tantangan karena akses ke fasilitas kesehatan di perdesaan masih sangat terbatas. Sementara biaya transportasi ke kota juga mahal bagi warga desa. Maka, peran dukun bayi masih cukup besar hingga akhir abad ke-20 meski sudah mulai berkurang.
Peran Dukun Bayi di Indonesia Saat Ini
Hingga kini, dukun bayi masih lumayan banyak berpraktik terutama di pedesaan dan di kalangan kelas pekerja perkotaan. Bagi mereka, dukun bayi lebih mudah diakses dan biayanya jauh lebih terjangkau.
Namun, peran dukun bayi sudah jauh berkurang dibanding era-era sebelumnya. Di Aceh misalnya, dukun bayi atau bidan kampung kini lebih banyak berperan membantu ibu hamil mencari dan memilih bidan terlatih yang bisa dipercaya.
Pemerintah pun sudah tidak lagi memberikan pelatihan bagi dukun bayi. Praktik dukun bayi saat ini sepenuhnya merupakan praktik tradisional turun temurun dan non-formal.
Kesimpulan
Itulah sejarah panjang praktik dukun bayi di Indonesia. Dari masa ke masa, peran mereka terus berubah seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan kedokteran dan upaya pemerintah meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Meski kini peran dukun bayi sudah banyak tergantikan bidan terlatih, namun praktik ini masih cukup banyak ditemukan. Terutama di kalangan masyarakat kelas bawah yang masih memandang dukun bayi sebagai pilihan utama dalam membantu proses persalinan.
Comments