Mengungkap Alasan Tersembunyi Kenapa Ghibah Dilarang dalam Agama
Yo sobat, di zaman digital ini, seringkali kita melihat orang yang suka membicarakan orang lain dengan nada negatif bahkan melecehkan. Tapi, apakah kalian tahu apa itu ghibah dan kenapa ia dilarang oleh agama? Yuk, simak ulasan berikut!
Pendahuluan
Jangan-jangan, sob, ada dari kalian yang ngerasa kalau ghibah itu cuma aktivitas ngobrol sehari-hari. Nah, ghibah bukan cuma soal "gosip kok," tapi lebih jauh dari itu. Ghibah itu memang suatu tindakan mengomongin hal-hal negatif tentang orang lain, lebih-lebih ketika doi enggak ada di tempat. Dan tentu aja, orang tersebut enggak bakal suka kalau hal-hal jelek tentang dirinya dibicarakan oleh orang lain. Nah kan?
Tapi tunggu dulu, guys, ada yang mesti kita cerna biar ghibah ini lebih jelas. Agama, sebagai panduan hidup kita, nggak main-main dalam ngatur hal ini. Melangsungkan ghibah atau backbiting bukan cuma merusak suasana, tapi juga berdosa banget di mata agama. Kok bisa? Yu, simak pemahaman ghibah dalam beberapa agama berikut!
Ghibah dalam Agama Islam
Sobat, bisa dibilang ghibah ini merupakan salah satu dosa terberat loh. Di Al-Qur'an misalnya, dianalogikan bahwa melakukan ghibah itu sama seperti makan daging orang yang sudah tidak ada lagi, alias udah meninggal. Serem kan?
Islam memahami bahwa hal tersebut mencerminkan bahwa perbuatannya sama buruknya dengan makan daging orang yang sudah mati. Dalam Hadits pun, ghibah ini disebutkan sebagai perbuatan yang harus banget dihindari oleh seorang Muslim. Bukan cuma karena merugikan diri sendiri yang melakukan dan merugikan orang lain, melakukan ghibah juga bisa merusak keharmonisan masyarakat loh, guys!
Kalau di Islam, intinya sama, ghibah ini sangat dilarang dan dianggap sebagai perbuatan jahat. Sahabat kita Nabi Muhammad SAW saja pernah berkata,
“Siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara janggut dan dua pahanya, aku jamin baginya surga." (HR. Bukhari) Ngerasa terpanggil nggak nih, guys?
Ghibah dalam Agama Kristen
Agama Kristen punya banyak aturan dan guidance yang mengatur tentang interaksi sosial. Salah satunya adalah aturan soal bicara buruk tentang orang lain. Nih, di dalam Alkitab pada Roma 1: 28-32, dikasih keterangan lengkap. Poin pentingnya, backbiting atau ghibah ini dimasukkan sebagai salah satu tindakan yang enggak berkenan di mata Tuhan. Gimana, kaget enggak?
Secara lebih detailnya lagi, agama Kristen melihat bahwa ghibah banyak merugikan. Pertama, tentu ini merugikan orang yang dibicarakan. Kedua, ini bahkan bisa merugikan diri sendiri yang melakukannya. Bahkan, kalo kita intropeksi diri, seringkali ghibah dilakukan hanya karena ingin merasa lebih superior dibanding yang dibicarakan. Sudahkah kalian berpikir tentang ini?
Dalam pandangan agama Kristen tentu tiap individu diajarkan untuk mencintai sesama dan berbicara dengan baik. Di dalam Efesus 4:29 disebutkan, "Jangan ada kata nista yang keluar dari mulutmu, tetapi hanya perkataan yang baik dan membangun, sesuai dengan keperluan, supaya memberi berkat kepada mereka yang mendengarnya." Sobat, apa yang kita bicara itu sangat berpengaruh lho. Bukan cuma soal apa yang kita bicara, tapi juga bagaimana kita membicarakannya.
Dalam mencoba mengaplikasikan hal ini, mungkin kita bisa mulai dari diri sendiri. Coba setiap kali kita mau bicara, kita pikirkan dulu: Apakah yang mau kita bicarakan ini perlu? Apakah akan membawa dampak positif buat kita dan orang lain?
Dampak Ghibah pada Individu dan Masyarakat
Ghibah, praktik yang tampak biasa tapi berdampak luar biasa. Perlu kita sadari bersama, bahwa apa yang kita lakukan, termasuk bicara, bisa berdampak besar bagi orang lain.
Ghibah, bisa merusak hubungan. Bayangkan, sobat A tiba-tiba datang ke kamu, bicara jelek tentang sobat B. Kamu, yang tadinya biasa aja dengan sobat B, kemungkinan bisa mulai punya pandangan negatif. Lha, gimana enggak, kan kamu diceritain jelek-jeleknya sobat B sama sobat A. Nah, di sinilah kerusakannya mulai. Meski kecil, tapi bisa jadi awal dari perpecahan, guys.
Belum lagi dampak bagi diri sendiri yang melakukannya. Ada enggak, yang pernah ngerasa berat badan naik setelah bergosip ria di kantin sekolah atau kampus? Enggak, bukan karena kamu makan banyak, tapi lebih karena kamu sudah "makan" ghibah orang lain. Itu berarti kamu sudah menumpuk "lemak" buruk dalam diri loh, guys! Ingat, ghibah ini haram dan enggak ada manfaatnya buat kita.
Mengakui dan Memperbaiki Kesalahan Ghibah
Kesalahan dalam ghibah kadang jadi tidak terhindarkan. Nah, lalu apa yang bisa kita lakukan jika kita sadar telah berbuat ghibah? Beberapa cara dapat ditempuh untuk memperbaiki kesalahan ini, antara lain:
Mengakui Kesalahan: Awali dengan mengakui bahwa ghibah yang kita lakukan adalah kesalahan dan berdampak negatif. Mengakui ini adalah langkah pertama menuju perubahan yang lebih baik.
Bertaubat dan Berjanji untuk Tidak Mengulangi Lagi: Setelah mengakui kesalahan, bertaubatlah dan berjanjilah pada diri sendiri untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut. Ingatlah bahwa setiap individu berhak mendapatkan kesempatan kedua untuk memperbaiki perilaku yang tidak baik.
Meminta Maaf kepada yang Terdampak: Jika memungkinkan, luangkan waktu untuk menjelaskan situasi dan meminta maaf kepada orang yang menjadi korban ghibah kita. Hal ini tidak hanya menunjukkan rasa tanggung jawab, tapi juga keberanian dalam menghadapi kesalahan dan mencari penebusannya.
Membantu Memperbaiki Reputasi yang Terdampak: Dalam beberapa kasus, ghibah bisa berdampak pada reputasi orang yang dibicarakan. Cobalah untuk membantu memperbaiki reputasi mereka dengan berbicara baik tentang mereka, atau bahkan memberikan dukungan dan semangat kepada mereka.
Membangun Kebiasaan Berbicara Positif
Untuk menghindari ghibah dan memperbaiki cara berkomunikasi dengan orang lain, kita bisa mulai membangun kebiasaan berbicara positif, seperti:
Mengamati dan Mengendalikan Bahasa: Sebelum bicara, coba amati dan analisis dulu apa yang akan kita sampaikan. Apakah ini positif dan bermanfaat, atau malah berpotensi menyakiti perasaan orang lain?
Fokus kepada Topik yang Positif dan Konstruktif: Usahakan untuk mengangkat topik yang positif dan konstruktif saat berbicara dengan orang lain. Hindari topik yang berpotensi menimbulkan konflik atau merugikan orang lain.
Melatih Empati: Coba untuk selalu memahami perasaan dan perspektif orang lain. Berlatih empati membantu kita untuk lebih peka terhadap orang lain dan lebih berhati-hati dalam berbicara.
Meyerap Ilmu dan Pengetahuan: Semakin banyak kita menyerap ilmu dan pengetahuan, semakin besar pula wawasan kita untuk berbicara tentang topik yang positif dan membangun. Selalu stay curious dan belajar dari banyak sumber.
Gerakan Anti-Ghibah dalam Masyarakat
Untuk mengurangi ghibah dalam lingkungan sosial, kita bisa memulai gerakan anti-ghibah, meliputi:
Kampanye Kesadaran: Ajak teman, keluarga, ataupun rekan kerja untuk lebih sadar tentang bahaya ghibah dan bagaimana menghindarinya. Semakin banyak orang yang sadar, semakin mudah kita bisa menciptakan lingkungan yang bebas ghibah.
Pendidikan dan Pelatihan: Ajak orang untuk mengikuti pelatihan, seminar, atau diskusi mengenai cara berkomunikasi yang baik dan efektif, serta pentingnya menghormati perasaan orang lain dalam berbicara.
Membuat Pedoman atau Aturan Komunikasi: Dalam lingkungan kerja atau komunitas, ciptakan pedoman atau aturan yang mengatur etika berbicara, termasuk larangan ghibah.
Dukungan Saat Menemukan Ghibah: Berikan dukungan dan pengertian saat kita menemukan ghibah. Ajak orang yang terlibat untuk berdiskusi dan mencari solusi bersama demi menciptakan lingkungan yang lebih baik.
Cara Praktis Menerapkan Konsep-Konsep Anti-Ghibah
Menerapkan konsep-konsep anti-ghibah memang bukan perkara mudah, tetapi dengan niat untuk berubah, kita bisa melakukan hal-hal berikut:
Selalu Ingat Tujuan Komunikasi: Komunikasi sejatinya adalah alat untuk memahami dan berbagi informasi, ide, dan perasaan. Maka itu, ketika kita ingin membicarakan orang lain, pikirkan apakah pembicaraan itu akan memperjelas pemahaman kita tentang orang tersebut, atau malah merusak pandangan kita tentang mereka?
Kembangkan "Filter" dalam Berbicara: Saat berbicara, usahakan selalu memiliki "filter" yang akan menyaring apa yang akan kita katakan. Filter ini berguna untuk memilah informasi mana yang pantas dibicarakan dan mana yang lebih baik dibungkam.
Latih "Listening Skills": Meningkatkan keterampilan mendengarkan atau "listening skills" kita juga penting. Dengan mendengarkan lebih banyak, kita punya kesempatan untuk menghargai orang lain dan belajar dari mereka, serta menghindari kesalahan dalam berbicara.
Berlatih Empati dan Menghargai Orang Lain: Terus kembangkan rasa empati kita dan selalu hargai orang lain, baik dalam berbicara maupun bertindak. Pahami bahwa setiap orang punya perasaan dan martabat yang harus kita hargai.
Contoh-Contoh Pentingnya Menghargai Martabat dan Perasaan Orang Lain dalam Berbicara
Berikut ini beberapa contoh nyata yang menunjukkan betapa pentingnya menghargai martabat dan perasaan orang lain dalam berbicara:
Dalam Pertemanan: Dalam hubungan pertemanan, menghindari ghibah akan membangun rasa saling percaya dan menghargai satu sama lain. Sebaliknya, ghibah bisa merusak persahabatan dan menghilangkan rasa saling percaya.
Dalam Lingkungan Kerja: Dalam lingkungan kerja, menghindari ghibah akan menciptakan suasana kerja yang lebih positif dan produktif. Sementara, ghibah berpotensi menciptakan konflik dan merusak suasana kerja.
Dalam Keluarga: Dalam keluarga, menghindari ghibah akan memperkuat ikatan keluarga dan memupuk rasa sayang antar anggota keluarga. Sebaliknya, ghibah bisa mengakibatkan keretakan dalam keluarga dan merusak hubungan antar anggota keluarga.
Kesimpulan
Jadi, sudah jelas kan, kenapa ghibah itu dilarang dalam agama? Bukan cuma menimbulkan kerugian bagi orang lain, ghibah bisa berdampak buruk buat diri sendiri dan lingkungan sosial kita.
Maka dari itu, yuk mulai sekarang kita lebih hati-hati dalam berbicara tentang orang lain. Ingat, pepatah bijak mengatakan, "Kalau enggak ada yang baik untuk dibicarakan, lebih baik diam." Mungkin kuncinya ada di sana guys.Â
Mari kita berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dengan menghindari ghibah, berbicara dengan lebih positif dan membangun, serta selalu menghargai martabat dan perasaan orang lain dalam setiap kata yang kita ucapkan.
Comments