Nikah Siri dan Hukum Tinggal Serumah Tanpa Pencatatan Sipil
Perkawinan adalah ikatan sakral antara seorang pria dan wanita untuk membentuk keluarga bahagia. Namun zaman sekarang, banyak pasangan yang melakukan nikah siri tanpa pencatatan resmi di KUA dan Dinas Catatan Sipil.
Apakah nikah siri itu sah? Dan apakah pasangan nikah siri boleh tinggal serumah tanpa resiko melanggar hukum? Yuk simak pembahasannya di artikel ini!
Pengertian Nikah Siri
Nikah siri adalah perkawinan yang dilakukan hanya berdasarkan hukum agama atau adat istiadat tertentu. Nikah jenis ini tidak mendapatkan pencatatan resmi dari Kantor Urusan Agama (KUA) maupun Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Nikah siri biasanya dilakukan dengan mengucap janji nikah di hadapan seorang kyai, ustadz, atau pemuka agama. Setelah itu, pasangan dianggap sah menjadi suami istri menurut tata cara agama tertentu.
Beberapa alasan orang melakukan nikah siri antara lain:
- Ingin menikah dini di bawah umur yang ditentukan untuk nikah resmi
- Salah satu pasangan masih terikat pernikahan sebelumnya
- Menghindari proses birokrasi yang dianggap ribet
- Privasi, tidak ingin status nikah diketahui banyak orang
- Alasan ekonomi, tidak mampu biaya nikah resmi yang cukup mahal
Meski begitu, nikah siri tetap dianggap sah secara agama oleh pelakunya. Mereka merasa sudah menjadi suami istri dan bebas berhubungan layaknya pasangan yang sudah menikah.
Status Hukum Nikah Siri di Indonesia
Menurut hukum negara Indonesia, nikah siri tidak diakui sebagai pernikahan yang sah. Pasal 2 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, nikah siri yang tidak dicatatkan di KUA dan Dinas Pencatatan Sipil dianggap tidak memiliki keabsahan secara hukum. Nikah siri juga tidak memberikan bukti autentik berupa Akta Nikah sebagai bukti sahnya perkawinan.
Meski begitu, pasal 39 Kompilasi Hukum Islam menyatakan nikah siri yang telah terlanjur terjadi, wajib diberitahukan kepada Pegawai Pencatat Nikah. Pegawai Pencatat Nikah kemudian mencatatkan perkawinan tersebut dalam register setelah memeriksa dan mendapati bahwa perkawinan tersebut telah memenuhi syarat dan rukun nikah menurut hukum Islam.
Jadi secara umum, nikah siri tetap dianggap sah secara agama Islam selama memenuhi rukun dan syarat nikah. Namun negara tidak mengakuinya karena tidak tercatat secara resmi.
Bolehkah Pasangan Nikah Siri Tinggal Serumah?
Karena dianggap sah secara agama, pasangan nikah siri merasa sudah menjadi suami istri dan bebas tinggal serumah layaknya pasangan yang sudah menikah secara resmi.
Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, memang tidak ada larangan bagi pasangan pria dan wanita yang belum menikah untuk tinggal seatap. Tidak ada pasal pidana yang secara tegas melarang hal tersebut.
Namun, mengingat nikah siri tidak memiliki bukti otentik dan pengakuan dari negara, maka status pasangan nikah siri sama dengan pasangan yang belum menikah secara hukum.
Oleh karena itu, meskipun secara agama dianggap halal berhubungan suami istri, pasangan nikah siri yang tinggal seatap tanpa bukti sah pernikahan bisa dicurigai telah melakukan perbuatan zina atau kumpul kebo.
Menurut Pasal 284 KUHP, perbuatan zina atau kumpul kebo diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan. Jadi pasangan nikah siri yang tinggal serumah berisiko dituduh melakukan pelanggaran pidana tersebut jika status pernikahan mereka tidak jelas.
Resiko Hukum Nikah Siri Tanpa Pencatatan
Meski secara agama dianggap sah, nikah siri tanpa pencatatan resmi memiliki beberapa resiko hukum, antara lain:
1. Rentan tuduhan status pernikahan tidak jelas
Tanpa bukti otentik berupa Akta Nikah, status pernikahan pasangan nikah siri bisa dipertanyakan. Mereka bisa dituduh telah berhubungan di luar nikah dan melakukan perzinaan jika tinggal seatap atau memiliki anak.
2. Anak tidak memiliki akta kelahiran
Pasangan nikah siri yang memiliki anak, tidak bisa mencatatkan akta kelahiran anaknya secara resmi. Karena orang tua tidak memiliki bukti pernikahan sah, kelahiran anak menjadi tidak jelas asal usulnya.
Akibatnya, anak tersebut tidak memiliki akta kelahiran sebagai bukti identitas dirinya. Anak jadi tidak bisa mengurus dokumen kependudukan lainnya seperti KTP, akta nikah, paspor, dan sebagainya.
3. Tidak ada kepastian hak waris
Jika salah satu pasangan meninggal dunia, yang masih hidup tidak bisa mengklaim harta warisan karena tidak ada bukti hubungan pernikahan yang sah. Demikian pula dengan hak waris anak, statusnya menjadi lemah karena kelahirannya tidak jelas.
4. Tidak ada perlindungan hukum
Negara tidak bisa memberikan perlindungan hukum terhadap status perkawinan dan keberadaan anak-anak dari nikah siri. Jika terjadi perselisihan atau kekerasan dalam rumah tangga misalnya, pasangan nikah siri tidak bisa menggugat berdasarkan UU PKDRT karena di mata hukum mereka bukan suami istri.
5. Potensi penyalahgunaan
Perempuan dan anak-anak rentan menjadi korban penyalahgunaan nikah siri oleh laki-laki yang menginginkan hubungan tanpa ikatan. Laki-laki bisa saja meninggalkan istri dan anak-anaknya kapanpun tanpa konsekuensi hukum apapun.
Solusi Terbaik: Pencatatan Nikah di KUA dan Dinas Sipil
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nikah siri rawan menimbulkan berbagai masalah hukum dan sosial meskipun dianggap sah secara agama. Oleh karena itu, solusi terbaiknya adalah:
Melakukan pencatatan perkawinan di KUA dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat sesuai aturan yang berlaku.
Dengan pencatatan resmi, pernikahan mendapat legalitas di mata negara sehingga mendapat perlindungan hukum.
Suami istri mendapat bukti otentik berupa Akta Nikah sebagai bukti sahnya perkawinan.
Anak yang lahir mendapat kejelasan status sehingga bisa dibuatkan Akta Kelahiran.
Hak waris suami/istri maupun anak menjadi jelas secara hukum.
Menghindari risiko pelanggaran hukum dan masalah sosial di kemudian hari.
Jadi, meskipun prosesnya lebih rumit dan membutuhkan biaya, pencatatan pernikahan secara resmi tetap menjadi solusi terbaik demi kepastian hukum dan perlindungan bagi pasangan dan anak-anaknya. Lebih baik repot sekali daripada menanggung resiko seumur hidup bukan?
Demikian pembahasan lengkap mengenai nikah siri dan hukum tinggal serumah tanpa pencatatan sipil. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih sudah membaca sampai akhir!
Comments