Artikel Kesehatan

Apa Itu Preeklamsia? Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya pada Ibu Hamil

Preeklamsia merupakan salah satu kondisi yang paling ditakuti oleh para ibu hamil. Bayangkan saja, tiba-tiba saja tekanan darah meningkat drastis di usia kehamilan 20 minggu ke atas disertai dengan timbulnya gejala-gejala lain yang mengkhawatirkan. Tentu saja kondisi ini sangat berbahaya, baik bagi sang ibu maupun janin dalam kandungannya.

Lantas, sebenarnya apa sih itu preeklamsia? Apa saja penyebab dan gejalanya? Bagaimana cara mendiagnosis serta mengatasinya? Yuk simak penjelasan lengkapnya di artikel ini!

Pengertian Preeklamsia

Preeklamsia didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah (hipertensi) disertai dengan kelebihan protein dalam urine (proteinuria) pada ibu hamil. Kenaikan tekanan darah ini terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu atau lebih.

Preeklamsia disebut juga sebagai toxemia atau penyakit hipertensi induksi kehamilan. Kondisi ini dapat terjadi pada kehamilan pertama maupun berikutnya. Diperkirakan sekitar 5-8% kehamilan di dunia terkena preeklamsia.

Preeklamsia termasuk salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu serta bayi di seluruh dunia. Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, preeklamsia dapat menimbulkan komplikasi serius seperti kejang, gagal ginjal, hingga kematian bagi ibu dan bayi.

Oleh karena itu, deteksi dini dan penanganan yang cepat sangat penting dilakukan jika terjadi gejala-gejala preeklamsia pada ibu hamil.

Kapan Preeklamsia Biasanya Terjadi?

Seperti disebutkan sebelumnya, preeklamsia umumnya muncul setelah usia kehamilan 20 minggu atau lebih. Namun, pada beberapa kasus jarang, preeklamsia dapat terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu (disebut preeklamsia dini).

Preeklamsia paling sering terdeteksi sejak kehamilan 32-34 minggu. Meski demikian, kondisi ini bisa saja baru ketahuan menjelang persalinan atau bahkan setelah melahirkan.

Kadang kala, gejala preeklamsia muncul beberapa hari atau minggu pasca persalinan. Ini disebut preeklamsia pascapartum. Kondisi ini lebih jarang terjadi, namun tetap berbahaya karena bisa menyebabkan komplikasi pada ibu, seperti kejang.

Apa Penyebab Terjadinya Preeklamsia?

Penyebab pasti preeklamsia hingga kini masih belum diketahui secara jelas. Namun, beberapa faktor risiko berikut diduga berkontribusi meningkatkan kemungkinan terjadinya preeklamsia:

  • Riwayat preeklamsia sebelumnya. Wanita yang pernah mengalami preeklamsia pada kehamilan sebelumnya berisiko lebih tinggi mengalaminya lagi pada kehamilan berikutnya.

  • Kehamilan ganda. Ibu hamil kembar, triple, atau lebih berisiko lebih besar alami preeklamsia.

  • Riwayat keluarga. Jika anggota keluarga seperti ibu atau saudara kandung pernah mengalami preeklamsia, risiko terkena preeklamsia juga meningkat.

  • Obesitas atau kelebihan berat badan sebelum hamil. Wanita dengan indeks massa tubuh (IMT) 30 kg/m2 atau lebih memiliki risiko lebih tinggi.

  • Diabetes. Baik diabetes tipe 1, tipe 2, maupun diabetes gestasional dapat meningkatkan risiko preeklamsia.

  • Hipertensi kronis. Tekanan darah tinggi yang sudah ada sebelum kehamilan juga dapat memicu terjadinya preeklamsia.

  • Penyakit ginjal kronis. Gangguan ginjal yang sudah ada sejak sebelum hamil dikaitkan dengan peningkatan risiko.

  • Autoimun. Penyakit autoimun seperti lupus atau sindrom antifosfolipid dapat menyebabkan komplikasi kehamilan seperti preeklamsia.

  • Kehamilan pertama atau usia ibu di atas 40 tahun. Wanita yang baru pertama kali hamil atau berusia lanjut berisiko lebih besar mengalami preeklamsia.

  • Riwayat keguguran berulang. Beberapa penelitian menunjukkan kaitan antara riwayat keguguran berulang dengan peningkatan risiko preeklamsia.

  • Faktor genetik. Variasi genetik tertentu diduga dapat meningkatkan risiko seseorang terkena preeklamsia. Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan.

Gejala-Gejala Preeklamsia yang Perlu Diwaspadai

Gejala-gejala umum yang mungkin timbul pada penderita preeklamsia meliputi:

  • Peningkatan tekanan darah yang signifikan. Biasanya tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih.

  • Sakit kepala hebat yang tidak hilang dengan obat sakit kepala biasa. Biasanya terasa pada bagian belakang kepala dan tidak berkurang bahkan setelah beristirahat.

  • Penglihatan kabur atau berbayang. Gejala ini menandakan kerusakan pembuluh darah mata akibat tekanan darah tinggi.

  • Nyeri perut hebat di bagian atas perut yang tidak hilang. Bisa disertai mual dan muntah.

  • Edema atau bengkak pada wajah dan tangan yang muncul tiba-tiba.

  • Sesak napas atau susah bernapas.

  • Gangguan pembekuan darah, seperti mudah memar atau perdarahan yang sulit berhenti.

  • Protein dalam urine dalam jumlah besar. Hal ini akan terdeteksi melalui pemeriksaan urine.

  • Gejala lain seperti demam tinggi, sakit tenggorokan, nyeri dada, perubahan penglihatan mendadak, hingga nyeri perut bagian bawah.

Jika menyadari adanya satu atau beberapa gejala di atas, segera periksakan diri ke dokter kandungan agar dapat segera dilakukan diagnosis dan penanganan yang tepat. Usahakan untuk tetap tenang dan hindari stres berlebihan.

Diagnosis Preeklamsia: Pemeriksaan yang Dilakukan

Untuk mendiagnosis apakah seorang ibu hamil menderita preeklamsia atau tidak, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan berikut:

  • Pemeriksaan tekanan darah untuk memastikan adanya peningkatan tekanan darah yang signifikan. Dilakukan berulang kali untuk memantau perkembangannya.

  • Pemeriksaan urine (urinalisis) untuk mendeteksi adanya protein dalam jumlah berlebihan di urine.

  • Pemeriksaan darah untuk melihat fungsi ginjal, hati, dan pembekuan darah.

  • USG untuk memantau kondisi janin dan plasenta.

  • USG Doppler untuk memeriksa aliran darah di arteri umbilikalis janin. Aliran darah abnormal dapat mengindikasikan preeklamsia.

  • Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan refleks, berat badan, dan edema juga dilakukan untuk mendukung diagnosis.

Melalui serangkaian pemeriksaan tersebut, dokter dapat memastikan diagnosis preeklamsia dan tingkat keparahannya. Diagnosis dini dan akurat sangat penting untuk penanganan selanjutnya.

Komplikasi Bahaya Preeklamsia bagi Ibu dan Janin

Jika tidak segera ditangani dengan tepat, preeklamsia dapat berlanjut menjadi komplikasi yang sangat membahayakan keselamatan ibu dan janinnya. Beberapa komplikasi serius akibat preeklamsia meliputi:

Bagi ibu:

  • Stroke
  • Serangan jantung
  • Penyakit ginjal
  • HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count)
  • Kejang/eklampsia
  • Perdarahan hebat pasca melahirkan
  • Koma
  • Kematian

Bagi janin:

  • Berat badan lahir rendah
  • Kelahiran prematur
  • Gangguan pertumbuhan
  • Distress janin
  • Kematian janin dalam kandungan

Oleh sebab itu, preeklamsia harus segera ditangani agar tidak berlanjut menjadi komplikasi fatal di atas. Pengawasan ketat kondisi ibu dan janin sangat diperlukan.

Cara Mengatasi dan Mengobati Preeklamsia

Jika didiagnosis menderita preeklamsia, ada beberapa hal yang biasanya dilakukan untuk mengatasi kondisi ini, meliputi:

  • Pengendalian tekanan darah. Obat-obatan seperti methyldopa atau nifedipine diberikan untuk menurunkan tekanan darah yang tinggi agar tidak membahayakan ibu dan janin.

  • Pemantauan ketat kondisi ibu dan janin. Pemeriksaan tekanan darah, berat badan, urine, dan USG harus rutin dilakukan untuk memantau perkembangan kondisi ibu dan janin. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya komplikasi yang membahayakan.

  • Persiapan untuk persalinan. Jika sudah memasuki usia kehamilan aterm (sekitar 37 minggu) atau jika terjadi komplikasi tertentu, dokter dapat merekomendasikan untuk segera melahirkan bayinya dengan cara operasi caesar. Hal ini untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.

  • Rawat inap. Jika preeklamsia sudah cukup parah, dokter akan menganjurkan ibu hamil tersebut untuk dirawat inap agar kondisinya dapat dimonitor secara intensif oleh tim medis.

  • Pemberian kortikosteroid. Obat ini diberikan jika diperkirakan bayi akan dilahirkan prematur untuk mempercepat pematangan paru-paru bayi.

  • Pemberian magnesium sulfat. Obat ini dapat diberikan untuk mencegah atau mengontrol kejang pada ibu hamil dengan preeklamsia berat atau eklampsia.

  • Transfusi darah. Dilakukan jika terjadi komplikasi seperti HELLP syndrome yang menyebabkan hitungan platelet menurun drastis.

Target utama dari penanganan preeklamsia adalah menjaga keselamatan ibu dan bayi. Oleh karena itu, ibu hamil disarankan patuh pada anjuran dan pengobatan dokter demi mencapai kondisi yang stabil.

Pencegahan Preeklamsia

Sayangnya, hingga saat ini belum ada cara pasti untuk mencegah terjadinya preeklamsia. Namun, beberapa hal berikut diduga dapat membantu mengurangi risiko:

  • Menjaga berat badan normal sebelum dan selama hamil dengan pola makan sehat dan olahraga teratur.

  • Membatasi asupan garam harian untuk mengurangi tekanan darah.

  • Rutin memeriksakan kehamilan untuk deteksi dini adanya tanda-tanda preeklamsia.

  • Mengontrol dengan ketat kondisi penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi sebelum dan selama hamil.

  • Minum suplemen asam folat sebelum dan awal kehamilan.

  • Berhenti merokok dan hindari paparan asap rokok.

  • Mengurangi stres dengan cukup istirahat dan manajemen stres yang baik.

Meski upaya pencegahan belum pasti berhasil, menjaga kesehatan tubuh tetap penting dilakukan untuk meminimalisir risiko komplikasi kehamilan, termasuk preeklamsia.

Kesimpulan

Preeklamsia merupakan kondisi serius pada ibu hamil yang ditandai peningkatan tekanan darah dan protein dalam urine. Kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi fatal jika tidak segera ditangani.

Deteksi dini melalui pemeriksaan rutin selama kehamilan sangat penting agar preeklamsia dapat segera teridentifikasi dan ditangani dengan tepat. Pengendalian tekanan darah, pemantauan ketat ibu dan janin, serta persiapan untuk persalinan merupakan standar penanganannya.

Meski sulit diprediksi dan dicegah total, menjaga pola hidup sehat tetap disarankan untuk meminimalisir faktor risiko. Dengan penanganan yang cepat dan tepat, risiko komplikasi preeklamsia pada ibu dan janin dapat dikurangi.

Comments